Bayar Hutang

Ratu dikejutkan oleh keberadaan Jeffrey di atas ranjang, begitu ia keluar dari dalam kamar mandi.

“Kok udah pulang?” tanya wanita itu, dengan tatapan horornya.

Jeffrey menaikan sebelah alisnya sembari melonggarkan simpul dasi yang sebelumnya menghias bagian kerah kemejanya. “Emangnya kenapa?”

“Ya gapapa. Tapi kamu biasanya ngechat aku dulu, ngabarin kalau mau pulang,” kata Ratu. Ia menghampiri Jeffrey, membantu laki-laki itu melepas dasinya.

Tangan Jeffrey memeluk pinggang Ratu seketika, hingga Ratu sengaja memundurkan tubuhnya.

“Setakut itu ya, Ra? Kayanya kemarin udah mendingan.”

Alih-alih menjawab pertanyaan Jeffreyan, Ratu justru mengalihkan pandangan, kemudian berjalan menuju sebuah meja rias.

“Refleks aja.”

“Sebelum nikah, gue sering tiba-tiba meluk lo—gak ada tuh refleks kaya gini. Gue cuman mau peluk aja, gak boleh?” tutur Jeffrey dengan nada memelas.

Lantas Ratu yang mendengarnya pun ikut merasakan sesak di dadanya. Ratu memutar tubuhnya, kembali menghadap Jeffrey, lalu merentangkan kedua tangannya. Dan dalam hitungan detik, Jeffrey menghambur. Membawa Ratu kedalam pelukannya.

“Makasih loh, anda paling pengertian,” cicit Jeffrey yang masih setia mendekap tubuh Ratu.

“Kantor lagi hectic?”

“Enggak. Aku pengen caper aja.”

Ratu hanya geleng-geleng. Tangannya aktif mengusap-usap punggung Jeffrey, begitupun sebaliknya.

Sebenarnya, baik Jeffrey ataupun Ratu—keduanya sangat mendambakan sentuhan fisik seperti ini. Jadi wajar saja jika mereka dapat saling memberikan perasaan nyaman antara satu sama lainnya.

Jeffrey melepas pelukannya terlebih dahulu.

Ditatapnya wajah Ratu lekat-lekat. Seperti tengah memandangi sebuah objek paling indah sepanjang masa. Lalu dengan sekonyong-konyong laki-laki itu mengecup kening Ratu,

“Utang kamu udah lunas.”