Deeptalk Macam Apa(?)
Disinilah Jeffrey sekarang. Berdiri tepat dihadapan Ratu yang tengah menyambutnya di depan pintu. Senyum laki-laki itu merekah, setelah hampir sebulan menjalani kehidupan pernikahan, ini kali pertama sang istri menyambut kepulangannya dengan hangat.
Jeffrey melangkah masuk, sembari menarik pinggang ramping milik Ratu, kemudian mengecup keningnya sebanyak tiga kali. Entah apa maksudnya.
Terdengar helaan nafas lega.
“Widih, situ capek banget nih kayanya.”
Jeffrey pun menjatuhkan jas kerjanya, serta melempar kunci mobil yang sebelumnya ia genggam ke sembarang arah, hingga benda logam itu menimbulkan dentingan yang lumayan keras.
Selanjutnya secara tiba-tiba ia memeluk tubuh Ratu. Tidak memaksa, namun cukup erat. Jeffrey menyandarkan kepalanya di atas kepala Ratu, sementara wanita itu hanya pasrah saja, sembari memberikan usapan lembut pada punggung Jeffrey.
“Mas Jeffie mau ngeteh?” tanya Ratu, lembut.
Jeffrey menggeleng, membuat Ratu terkekeh gemas. “Terus Mas Jeffie mau apa?”
“Ra ... maafin aku ya, kalau kemarin-kemarin aku bikin kamu stress.” Jeffrey mengeratkan pelukannya.
Ratu mendesah. Datang lagi Jeffrey yang seperti ini. Jeffrey yang overthinkingnya seringkali mengalah-ngalahi para gadis remaja di luaran sana. Perlahan-lahan Ratu melepas pelukannya, khawatir kalau-kalau Jeffrey ngambek lagi, seperti biasanya.
“Kamu tau gak? Orang tua dulu, suka bilang kalau abis dari luar tuh mandi dulu. Biar seger, hawanya enak. Bukan kaya gini, masa pulang-pulang langsung ngajak deeptalk?!” tutur Ratu. Kedua tangannya sibuk bermain-main di area wajah Jeffrey.
“Orang tuanya siapa yang bilang?” sahut Jeffrey dan dibalas kekehan oleh Ratu.
“Aku serius!”
“Yaudah aku mandi dulu deh. Tapi abis itu kita lanjutin!”
“Lanjutin apa?”
“Deeptalk!”
“Abis itu makan!” kata Ratu dengan bersungut-sungut.
Bukannya apa. Jeffrey seringkali melupakan kegiatan makan malam seperti barusan. Asalkan tidur sembari dipeluk sang istri, ia kuat menahan lapar katanya. Padahal jelas-jelas Jeffrey sadar bahwa ia memiliki penyakit maag.
“Pulang kerja tuh mandi, terus makan, abis it—
Belum selesai dengan ucapannya, Jeffrey lebih dahulu mengecup bibir Ratu kemudian nyelonong begitu saja kedalam kamar mandi, membuat sang empunya memekik kesal. “Itu bibir lo main sat set sat set aja?! Gak sopan!”
“APA RA? AKU GAK DENGER! TOLONG BAWAIN HANDUK AKU DONG.”
Ratu memandang Jeffrey yang tengah berdiri sesaat setelah menghabiskan makanannya. Dalam hati Ratu mengucap syukur berkali-kali, untung saja ia dan laki-laki itu sudah berbaikan.
Membayangkan seorang Jeffrey yang setinggi itu, serta beberapa otot yang nampak timbul pada bagian tubuhnya, Ratu dibuat ngeri sendiri. Ya walaupun jelas-jelas Jeffrey tidak mungkin melakukan hal-hal yang akan melukainya, tapi tetap saja.
Ratu menggeleng kuat-kuat, lantas meneguk ludahnya, dan tersenyum. Sebisa mungkin ia mengahapus pikiran itu, dan terlihat biasa saja didepan suaminya itu.
“Mau tidur?”
“Mau deeptalk anjir, tadikan janjinya gitu!”
Ratu tertawa seketika. Jeffrey yang sedang dalam mode gemas seperti ini, tidak ada tandingannya.
“Yaudah, lo mau bahas apa sih emangnya?” Ditatapnya wajah Jeffrey. Kedua netra Ratu lurus kepadanya.
“Gendong aku ke kamar, Ra.”
Ratu menarik nafas, “Udah gila ya?” Sementara Jeffrey hanya memberikan senyum bodoh sebagai respon.
Laki-laki itu kembali mendudukkan dirinya.
“Mas yang bener dong, jadi apa enggak?!”
“Duduk sini.” Jeffrey menepuk pahanya, membuat Ratu refleks mengangkat sebelah alis.
Alih-alih menuruti perintah suaminya itu, Ratu justru menarik sebuah kursi, “Disini aja.”
Raut wajah Jeffrey berubah seketika, ia nampak lebih serius kali ini. Tanpa mengatakan apapun, sorot mata Jeffrey seolah memberi perintah paten bagi Ratu agar duduk dipangkuannya itu.
Mau tidak mau Ratu beralih tempat duduk. Ia menuruti kemauan Jeffrey. Dengan hati-hati Ratu duduk di atas pangkuan Jeffrey, tapi bukan menghadapnya, melainkan duduk dengan posisi menyerong.
Sebenarnya Jeffrey sama sekali tidak bermaksud macam-macam pada istri 'macannya' itu. Ia hanya ingin memeluk tubuh Ratu. Tangan Jeffrey melingkar erat, di perut Ratu. Sementara kepalanya bersandar pada pundak sebelah kanan milik wanita itu.
“Aku gak jadi liat akun gembokan kamu.”
Sejenak Ratu bingung harus menjawab apa.
“Itu privasi kamu,” tambah Jeffrey.
“Tapi aku buka akun gembokan kamu, Mas. Jadi, aku gak masalah kalau kamu mau liat punyaku juga.”
Jeffrey menggeleng-geleng. “Enggak. Aku gak perlu liat akun itu, Ra. Aku maunya mulai sekarang, kita berdua sama-sama saling terbuka satu sama lain. Aku nyesel soal masalah kemarin.”
“Aku nyesel, kita punya banyak waktu berduaan tapi gak pernah dimanfaatin sebaik-baiknya.”
Ratu mengangguk setuju dengan perkataan Jeffrey.
“Ternyata waktu empat belas tahun yang udah kita lewatin itu, masih belum cukup, Ra.”
Memang benar, dalam menjalani kehidupan pernikahan, ada begitu banyak aspek yang perlu diperhatikan. Sudah tumbuh bersama dan saling mengenal sejak lama saja belum cukup. Karena menikah bukan hanya perihal hidup bersama selamanya.
“Iya, aku juga maunya kamu kalau ada apa-apa bilang. Kalau ngerasa apa-apa juga bilang. Pokoknya kita berdua jangan sampai nih, overthinking masing-masing kaya kemarin. Akhirnya jadi salah paham, terus berantem,” ajak Ratu. Tangannya sembari menepuk-nepuk punggung tangan Jeffrey dengan lembut.
Ratu mendapati telinga suaminya itu memerah seketika, “Kenapa?”
“Gue kaya ... pengen nyosor setiap kali liat bibir lo kalau lagi ngomong.”
Sontak Ratu beranjak dari pangkuan Jeffrey, “IH SUMPAH YA GUE LAKBAN BIBIR LO LAMA-LAMA!”