End

Satu persatu keluarga dan teman Jeffreyan maju ke depan untuk menyampaikan beberapa kesan dan pesan, serta ucapan selamat kepada kedua pasang sejoli tersebut.

“Saya punya satu cerita konyol tentang pasutri baru ini, semasa SMA.” Suara Yudhis mengalihkan perhatian banyak pasang mata yang ada disana.

Laki-laki itu tersenyum meledek kearah Jeffreyan yang tengah memeluk pinggang Ratu dengan sangat posesif di hadapannya.

“Dulu, kebetulan nyali Jeffreyan cuman segini.” Kalimatnya menggantung, karna ia sibuk menunjukkan ujung ruas jarinya kepada para tamu yang hadir disana.

“Temen-temen dia yang lain, gak mau dia suruh-suruh. Kecuali saya.”

“Saya selalu jadi perantara mereka berdua dalam segala hal, termasuk anter barang, anter makanan, sampai nganterin istrinya pulang kalau mereka lagi marahan.”

Mendengar ucapan Yudhis, lantas Jeffreyan menyusuri ingatan masa lalunya.

“Sampai ada masanya dimana orang-orang pikir, saya pacaran sama Ratu. Sialnya gosip itu sampai ke telinga Jeffreyan,” keluhnya, dan dibalas wajah tak berdosa oleh Jeffreyan.

“Gua aduin ke bapak lo!” ancam Yudhis kepada Jeffreyan.

Yudhis mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan ayah dari teman lamanya itu.

“Om tau gak? Saya sumpah demi Tuhan gak pernah berantem sama siapapun waktu SMA. Saya ini anak baik-baik! Tapi ... cuman karna kisah cinta absurd mereka berdua ini, Om. Saya jadi bonyok!”

Suara gelak tawa Jeffreyan terdengar sangat jelas. Ia tertawa begitu mengingat kejadian tersebut. Wajah hingga telinganya memerah.

“DIA PUKULIN SAYA CUMAN KARNA DENGER GOSIP KALAU SAYA PACARAN SAMA RATU, OM!” seru Yudhis, dengan wajah sedih yang sengaja ia buat-buat.

Dio, Matius, dan beberapa tamu lainnya ikut tergelak mendengarkan kisah mengenai tingkah kekanakan-kanakan Jeffreyan, kecuali Ratu.

“Lo parah banget sih,” bisik Ratu yang masih terkejut mendengar pengakuan Yudhis.

“Tapi gak masalah,” ucap Yudhis kembali membuka suara.

“Saya seneng liat dia akhirnya nikah sama perempuan itu. Karna kalau bukan sama Ratu, saya pasti udah gantian mukulin dia hari ini.”

“Happy wedding, Jeff. Semoga kalian berdua cepet dapet momongan.”

Suara tepuk tangan terdengar mengiringi langkah kaki Yudhis menuju tempat duduknya. Namun dengan sigap Dio, dan Matius menarik paksa tubuhnya.

“Mau kemana, Yud?” tanya Dio.

“Tau nih, buru-buru amat?” sambung Matius.

Jeffreyan berdiri dari tempat duduknya, untuk menghampiri ketiga temannya tersebut.

“Janji adalah hutang. Lo mau mau push up 100x atau bayar pake duit?” tanya Jeffreyan, kemudian menyunggingkan senyumnya.

“Brengsek bener lo bertiga!”