Hardin, Sore, dan Secangkir Latte
“Latte atau Americano?” Tawar Hardin begitu melangkah memasuki cafe yang telah direkomendasikan oleh Ratu.
“Latte aja.”
Untuk pertama kalinya Ratu mengunjungi cafe tersebut bersama laki-laki selain Jeffreyan.
Ratu merogoh tasnya—mengeluarkan sebuah buku yang berniat untuk Hardin pinjam.
“Minuman datanggg..” Kata Hardin semangat, sontak membuat Ratu menarik sudut bibirnya.
“Lo girang banget, beda sama dikelas.”
“Masa sih?”
Ratu mengangguk manis, kemudian menyodorkan sebuah buku tulis kepada Hardin. “Nih bukunya, cepet disalin!”
“Banyak banget?!”
“Gue sengaja nulis contoh soalnya tau. Kalo lo rasa gak penting-penting banget, ya gausah ditulis.” Tutur Ratu.
Hardin geming.
Mengamati bagaimana cara Ratu berbicara sembari menatap langsung kearah matanya—bagi Hardin, itu adalah sebuah hal yang menarik.
“Ra, cowok lo gak marah tau lo jalan sama cowok lain?”
“Cowok gue?”
“Jeffrey, cowok lo kan?”
Mendengar perkataan itu, sontak Ratu tergelak bukan main.
“Kok ketawa?”
“Kita temen doang anjir!”
Hardin meletakkan penanya. Ia menatap lurus manik mata Ratu, mencoba mencari kebohongan dari perkataan yang baru saja keluar dari mulutnya. Namun nihil.
Detik kemudian Hardin mengalihkan pandangannya. Berpura-pura batuk, kemudian tersenyum merekah.
“Dih, kenapa lo senyum-senyum?”
“Lo tau nyanyian di iklannya Mastin gak sih?” Tanya laki-laki itu, sembari menahan senyumnya.
“Yang mana?”
“Khaabarr gembiraa! Untuk kita semuaa~”