Jeffrey; All My Fault

Sejak awal trimester ketiga, agaknya kini membuat Jeffrey maupun Ratu sudah mulai terbiasa akan hal-hal yang sebelumnya mampu membuat heboh satu rumah, seperti janin dalam perut Ratu yang mulai aktif menendang ke sana dan ke sini sampai Ratu yang tiba-tiba saja merasakan kontraksi palsu atau Braxton Hicks. Mengingat Ratu bukan lagi hamil di usia muda—Jeffrey sengaja mempekerjakan dua orang lagi untuk menjaga rumahnya. Ya, memang seperti itu yang ia katakan pada Ratu, meski kenyataannya Jeffrey melakukanya karena takut kalau-kalau ada sesuatu yang terjadi pada istrinya saat ia sendiri tidak sedang berada di rumah.

Sejak jauh-jauh hari, Jeffrey sudah menyiapkan segala sesuatu yang nantinya akan diperlukan pada saat Ratu melahirkan. Seperti rumah sakit yang menurutnya penanganan di sana cukup baik, hingga menyelesaikan beberapa pekerjaan penting yang deadline-nya pun terbilang masih sangat jauh. Pasalnya Jeffrey berniat semaksimal mungkin untuk menemani Ratu saat memasuki masa-masa menjelang melahirkan.

Namun, sayang niat baiknya itu justru membuat ia kekurangan waktu untuk berbicara santai dengan sang istri. Ratu acap kali telah lebih dulu tertidur pulas saat ia baru saja menginjakkan kaki ke dalam rumah. Alhasil Jeffrey hanya dapat mendengar informasi dari Budhe Lasih—seorang wanita paruh baya yang merupakan asisten rumah tangganya, seperti malam ini.

“Tadi Ibu makannya lahap Pak. Mungkin karna sesuai sama yang dipengenin,” tutur Budhe Lasih, sembari menyuguhkan segelas air putih dingin untuk Jeffrey.

Jeffrey terkekeh, “Emangnya hari ini masak apa, Budhe?” tanyanya penasaran.

Lantas Budhe Lasih mengangkat salah satu tutup mangkuk kaca yang berbeda di atas meja makan. “Ibu minta kulit melinjo ditumis sama ikan teri kaya gini, Pak. Bapak mau makan?”

Jeffrey menggeleng singkat, kemudian menepuk-nepuk perutnya. “Saya udah makan di luar,” kata Jeffrey, kemudian dihadiahi anggukan oleh Budhe Lasih.

Memang akhir-akhir ini Jeffrey lebih sering makan malam di luar. Karena ia memiliki maag, maka wajib hukumnya makan tepat waktu.

“Tidur Budhe. Saya mau masuk ke kamar dulu, kangen si Nyonya Besar.”

Jika biasanya Budhe Lasih akan tertawa tatkala mendengar kata Nyonya Besar keluar dari mulut Jeffrey—kali ini wanita paruh baya itu justru menampilkan ekspresi wajah seperti orang yang tengah khawatir.

“Pak,”

Jeffrey yang sebelumnya sudah memutar tubuh dan siap melenggang pergi, kini mengurungkan niatnya. Ia kembali menghadap Budhe Lasih. “Ada masalah apa?” sahut Jeffrey.

“Belakangan ini Ibu lagi mellow, mungkin karna jarang ketemu Bapak. Napsu makannya emang bagus, tapi Ibu selalu diem di kamar. Kalau boleh saya kasih saran, baiknya Bapak ajak Ibu buat ngobrol. Kasihan kalau suasana hatinya sedih waktu hamil tua kaya sekarang ini, Pak.”

Jeffrey menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Ia tahu betul hal itu memang harus dilakukan. Ia tahu betul bahwa Ratu sepertinya merasa kurang diperhatikan akhir-akhir ini. Namun alasan ia sibuk, adalah untuk calon anaknya nanti.

Kemudian Jeffrey hanya menarik sudut bibirnya, singkat. “Iya, Budhe, nanti saya ngobrol sama Ratu. Sekarang kayanya udah tidur,” ucapnya terdengar lirih.

“Baik-baik ya, Pak, sama Ibu. Bener deh kasihan liat Ibu gak semangat. Saya doain semoga semua urusan lancar sampai melahirkan.”


Setelah pembicaraan singkat namun sangat sensitif di dapur beberapa saat lalu, Jeffrey memasuki kamarnya dengan ekspresi muka masam. Mau bagaimana lagi? Ia sudah berusaha untuk selalu membagi waktu namun sayangnya hanya ada 24 jam dalam sehari, dan menurutnya itu tidak cukup.

Pantas saja ia merasa bahwa istrinya itu lebih dingin dari biasanya. Ternyata ada sesuatu yang mungkin mengganjal di hatinya.

Jeffrey juga ingin menghabiskan waktu bersama Ratu kalau ia sempat. Jeffrey juga ingin melakukan pembicaraan secara mendalam mengenai perasaannya dan juga Ratu seperti biasa. Jeffrey ingin melakukan banyak hal, namun di sisi lain juga banyak hal yang harus ia selesaikan secepatnya.

Jeffrey manatap Ratu yang tengah terlelap dalam tidurnya. Sepertinya sudah lama sekali ia tidak pernah melakukan hubungan intim dengan wanita itu. Jeffrey ingat terakhir kali mereka melakukan itu, menyebabkan Ratu mengalami kontraksi hebat. Setelah dilarikan ke rumah sakit, usut punya usut penyebab terjadinya kontraksi yang Ratu alami adalah kecerobohan Jeffrey yang tidak menggunakan pengaman. Pasalnya menurut keterangan dokter, sperma dapat memicu kontraksi pada ibu hamil, dan yang lebih parahnya lagi berkemungkinan untuk menggugurkan janin. Sejak saat itu Jeffrey selalu merasa bersalah acap kali nafsunya mulai meningkat tat kala berada di sekitar Ratu. Alhasil ia akan menghabiskan waktu berlama-lama di dalam kamar mandi untuk mengatasi masalahnya sendiri. Tentu saja ia tidak mau Ratu merasa menderita karena sakit perut lagi.

Jeffrey menghela nafas panjang. Ia ingat pernah berkata kalau selain berhubungan intim, saling melempar lelucon juga merupakan usaha mempererat hubungan pernikahan. Namun sial, jangankan untuk melempar lelucon, sekedar berbicara tatap muka saja sulitnya setengah mati, batin Jeffrey.

Ia berjalan menuju ranjang tempat Ratu berbaring. Kemudian dengan gerakan hati-hati dikecupnya kening Ratu.

“Aku pulang, Ra.”

Tak ada respon. Tentu saja itu karena Ratu yang tertidur dengan sangat pulas sejak beberapa jam yang lalu.

Jeffrey mendengkus. Lantas ia memutuskan untuk segera membersihkan diri di kamar mandi, agar dapat ikut berbaring di samping Ratu secepatnya.