Jeffrey On Top

“Kopi?” Jeffrey membuka percakapan.

Hanya ada secangkir kopi di genggamannya sejak tadi, tapi tanpa pikir panjang Jeffrey sekonyong-konyong menawarkan kopi tersebut pada Ratu. Lebih mirip seperti basa basi, Ratu tahu jelas.

“Itu punya kamu yang tadi, kan?”

Jeffrey terkekeh seraya mengangguk setuju. Matanya menatap Ratu yang tengah mengusapkan selembar kapas di tangan ke wajahnya. Istrinya itu sibuk menatap pantulan wajahnya pada sebuah cermin kaca. Ritual sebelum tidur adalah melembabkan wajah—yah, setidaknya itu yang ia tahu.

Hati-hati Jeffrey meletakkan cangkir kopinya di atas nakas, di bawah cermin kaca yang memantulkan wajah Ratu. Kedua tangan Jeffrey mendarat sempurna pada pundak istrinya itu. Mengusapnya dengan lembut, dan perlahan turun ke bawah.

Jeffrey mencondongkan tubuhnya ke depan, memeluk pinggang Ratu dari belakang. Tanpa memberi aba-aba ia mencium pundak Ratu. Tidak ada perlawanan sedikitpun. Hati-hati dan lembut, begitu cara Jeffrey melakukan kegiatannya. Tidak terburu-buru, dan diam-diam ia meninggal bekas keunguan di sana.

Ratu melenguh. Tangan yang semula sibuk mengusap sekitar wajahnya itu, kini terkepal. Kapas yang sempat ia genggam jatuh ke lantai, bersamaan dengan Jeffrey yang tiba-tiba saja menyebut namanya.

“Ra...,” Jeffrey menatap cermin kaca, lalu tersenyum bangga. “Bisa kan? Gini doang mah gampang.”

Tanpa menunggu jawaban yang keluar dari mulut Ratu, Jeffrey membuat Ratu memutar posisi duduknya seketika. Kini mereka saling bertatapan. Sampai detik ini istrinya itu masih memasang wajah yang biasa-biasa saja. Membuat Jeffrey justru merasa semakin tertantang.

Jeffrey menjulurkan tangannya. Menyingkirkan anak rambut Ratu yang sedikit mengganggu netranya saat mengamati wajah wanitanya itu. Cantik. Jeffrey langsung menarik tengkuk Ratu. Membawanya ke dalam sebuah ciuman panas tanpa perlu meminta izin sebelumnya. Sementara itu, Ratu tidak hanya diam. Ia tahu betul tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Ratu membalas ciuman Jeffrey tak kalah panas. Tangannya kini bertengger di atas pundak Jeffrey. Mencengkram piyama tidur suaminya kuat-kuat, sampai sesaat kemudian ia mulai merasa kehabisan napas.

“Mas....” Netra mereka saling bertemu satu sama lain.

“Kalau pegel sambil duduk, kita bisa pindah ke kasur, Ra.”

Sontak tawa Ratu tak tertahankan. “Si paling peka.”

“MAS!” Spontan Ratu mengalungkan tangannya pada leher Jeffrey, tatkala suaminya itu menggendong tubuhnya menuju ranjang mereka.

Jeffrey mendudukkan Ratu di atas ranjang. “Kamu tau gak, sih? Ada yang namanyawoman on top.”

“Macem-macem.”

“Ayolah, Ra. Sekali....”

Ratu menggeleng. Kalau boleh jujur sebenarnya bukan ia tidak tertarik, melainkan ia khawatir kalau-kalau ternyata ia tidak bisa seperti apa yang Jeffrey bayangkan. “Aku gak bisa, Mas,” katanya lirih.

Lantaran enggan merusak malam panjang mereka kali ini, Jeffrey pun mengangguk paham. Ia juga bukan tipikal orang yang akan memaksakan keinginan saat bercinta. Yang terpenting bagi Jeffrey, adalah Ratu menikmati setiap kegiatan mereka.

Selanjutnya Jeffrey memilih untuk kembali mengusik dua belah benda warna ranum milik Ratu. Kian lama pagutannya semakin dalam.

Dan, dengan mata setengah tertutup—Jeffrey semakin agresif sampai lagi-lagi sesuatu kembali menghentikan kegiatannya. Sejenak Jeffrey menarik diri sebab sepertinya Ratu sudah kehabisan napas karena ciumannya. Ia terkekeh melihat dada Ratu yang naik dan turun dengan cepat—tampak seolah itu satu-satunya waktu yang tersisa untuk ia bernapas.

“Jangan lupa napas, Ra.”

Ratu menggeleng cepat. “Terus kamu napas pakai CO² dari aku?” katanya melebih-lebihkan. Kedengarannya mirip seperti guru biologi saat mereka masih sekolah dulu. Bisa-bisanya membahas senyawa saat ingin bercinta.

Jeffrey menggigit bibirnya sendiri, saking gemasnya. “Dilanjut apa mau tidur aja?” tanya Jeffrey.

Ratu melempar tatapannya pada sebuah cermin kaca yang kini tengah menampilkan figur mereka berdua di kejauhan. Ratu dapat melihat dengan jelas seperti apa Jeffrey yang tengah sibuk mengamati wajahnya dengan sorot mata tajam. Ada nafsu yang susah payah ia coba redam.

Ratu mengulum bibir malu-malu, “Ya ... terserah, jam terbang aku kan fleksibel. Gak kayak kamu yang kerja ter—” Belum sempat Ratu mengakhiri perkataannya, Jeffrey lebih dahulu menariknya hingga habis jarak di antara mereka.

Ia kembali mencium bibir Ratu, namun, kali ini jauh lebih intens dari sebelumnya. Sengaja ia hisap lidah Ratu, dan menjelajahi area mulut Ratu tanpa celah sedikitpun.

Sembari membaringkan tubuh Ratu—Jeffrey meraih kancing kemeja istrinya itu, kemudian membuka tiap-tiap kancingnya dengan tergesa. Piyama Ratu sontak merosot begitu saja. Menampilkan dua belah dada berukuran sedang—kesukaan Jeffrey.

Sementara Ratu menyentuh ujung pakaian Jeffrey. Dia ingin Jeffrey melakukan hal sama pada pakaiannya sendiri.

Jeffrey kembali melepas pagutan mereka, lalu menarik pakaiannya ke atas kepala, sampai seluruh six-pack yang ia punya terekspos secara nyata.

Ratu menyentuhnya. Mulai dari dada, lalu ke perut Jeffrey. Kulit putih dan lembut di bawah ujung jarinya itu merinding seketika. Dan, saat Ratu mendongakkan kepalanya ke atas yang ia dapat ialah tatapan mata Jeffrey yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Ia sadar kalau setelah ini, permintaan untuk berhenti pun tidak akan Jeffrey pedulikan.

Jeffrey masih berdiam diri, memangamati bagian atas tubuh Ratu yang masih menyisakan sebuah bra di sana. Kalau dipikir-pikir Jeffrey suka segala aspek dari tubuh Ratu. Mulai dari warna kulitnya hingga bentuk tubuhnya yang proporsional. Sepertinya Jeffrey tidak mungkin sampai sekesulitan ini menahan nafsu kalau yang ada di hadapannya saat ini bukanlah Ratu.

Jeffrey menarik bagian bawah dari piyama, beserta satu lagi kain yang menutupi milik Ratu sampai benar-benar lepas dari kakinya. Ia tersenyum untuk kesekian kalinya. Sesuatu di sana sepertinya sudah bereaksi sejak tadi. Jeffrey tahu saat tangannya dengan sengaja menyentuh area itu.

“Sumpah aku benci banget liat kamu cengengesan tiap kali kita lagi kayak gini!” seru Ratu. Meski dalam keadaan terbaring di atas ranjang, jelas ia masih mampu menangkap segala macam ekspresi wajah yang Jeffrey tunjukkan.

“Aku salting, bukan cengengesan....” Jeffrey bangkit. Yang selanjutnya ia lakukan adalah melepas sisa kain yang masih menutupi bagian bawahnya. Sampai saat miliknya tampil secara terang-terangan, Ratu refleks meneguk salivanya.

Perasaan Ratu saat ini adalah antara takut dan ingin. Meski begitu rasa takut itupun kini tak berarti apa-apa, pasalnya detik kemudian Jeffrey sudah melayang di atas tubuh Ratu dengan kedua tangannya yang menopang.

“Jangan tutup mata, aku gak suka.”

Sial, Ratu baru ingat kalau ia harus membuka matanya sampai akhir kegiatan mereka. Lantas wajahnya memanas. Ratu malu. Dan, tanpa menanggapi respon Ratu atas perkataannya—Jeffrey memilih untuk langsung memulai kegiatannya.

Lenguhan demi lenguhan Ratu loloskan tatkala Jeffrey secara membabi buta menandai setiap inci dari dadanya. Jeffrey memang selalu memulainya dari sana. Lalu ia akan kembali naik ke atas. Menyapu ceruk leher Ratu, sebelum semakin naik ke atas untuk menghisap hingga melumat bibir istrinya itu. Di saat seperti ini, Jeffrey selalu fokus.

Belum apa-apa, peluh Ratu sudah membasahi kening. Padahal kamar mereka memiliki pendingin ruangan. Mungkin karena faktor jantung Ratu yang berdebar sangat kencang, tentunya sejak saat sesuatu di bawah sana tanpa sengaja saling bersentuhan.

Ratu dapat samar-samar merasakan milik Jeffrey yang mulai mengeras di atas miliknya. Naik dan turun, entah Jeffrey sengaja atau tidak—yang jelas hal itu membuat Ratu sedikit kewalahan.

Jeffrey kembali bermain dengan benda kembar di dada Ratu. Bra yang sebelumnya sengaja ia biarkan menutup area tersebut, kini Jeffrey singkirkan.

Jeffrey paling suka melihat ekspresi wajah Ratu yang tertekan di bawah kendalinya seperti ini. Wanita itu terus menggigit bibirnya tatkala Jeffrey mengulum salah satu dari buah dadanya. Tak jarang Ratu sampai terdengar mengerang frustasi.

“Mas!”

“Hm?” Jeffrey hanya berdehem, sebab mulutnya saat ini sangat penuh.

“Kamu ... ngh! Mau woman on top kan?”

“Heem.”

“Lepas dulu!” seru Ratu. Seketika Jeffrey menarik bibirnya dari buah dada Ratu.

Selanjutnya, tanpa membuang-buang waktu—Ratu langsung membalikkan posisi mereka. Kini tubuh Jeffrey berada tepat di bawahnya. Sementara lelaki itu justru cengar-cengir. Seperti tidak sabar menerima servis yang akan Ratu lakukan kepadanya.

“Oh, jadi kayak gini....” Ratu mendarat bokongnya dengan sempurna di atas milik Jeffrey. Membuat sang empunya mengerang seketika.

“Kamu ... sumpah! Bilang aja mau bales dendam!!”

Ratu tergelak bukan main. Ia semakin sengaja mempermainkan milik Jeffrey di bawah sana dengan cara terus menggerakkan pinggulnya tak beraturan.

“RA! GAK GINI RA!”

“RATU!”

Ibarat roda yang berputar, kini Ratu harus menerima kenyataan kalau posisinya kembali seperti semula sebab Jeffrey yang bertenaga tiga kali lebih kuat darinya itu membuatnya berbaring seketika.

Kemudian tanpa memberikan aba-aba, Jeffrey sudah memposisikan miliknya di depan milik Ratu.

“Gak ada lagi main sopan, Ra. Kamu gak sopan duluan.”

“Tunggu-tunggu aku belum si—”

Malam ini, Ratu kalah telak. Jeffrey mendominasi permainan sampai selesai meski dalam benaknya ia masih menginginkan 'woman on top' di antara mereka.

Malam ini, alih-alih menjadi malam panjang untuk mereka, justru menjadi malam yang begitu panjang untuk Ratu seorang. Yah, pasalnya selain bercinta—Jeffrey juga sekaligus membalas Ratu, walaupun yang sebenarnya ia sendirilah biang keroknya.