Ibu Kota Panas
Jeffrey baru saja menutup laptopnya. Sekitar pukul sembilan malam pekerjaannya baru selesai. Niat hati ingin mengobrol dengan Ratu meski hanya sebentar pun harus ia urungkan, sebab istrinya itu telah berbaring dengan sangat nyaman di atas ranjang.
Jika dihitung dalam seminggu, sepertinya hanya sebanyak dua kali Jeffrey berbicara empat mata sembari membahas topik-topik acak bersama Ratu. Hampir sebagian besar percakapan mereka berlangsung melalui telepon karena kesibukan Jeffrey yang akhir-akhir ini sangat luar biasa.
Wajar saja jika faktor tersebut membuat Jeffrey berkali-kali lipat jauh merindukan sosok sang istri dibandingkan dengan biasanya. Namun sial, rencana menghabiskan malam panjang kali ini sepertinya harus ditunda demi kenyamanan Ratu pastinya.
Manik mata Jeffrey menatap lekat pada setiap inci tubuh wanita yang tengah berbaring di hadapannya itu. Entah sejak kapan selimut Ratu tersibak, dan menampilkan lekuk tubuh Ratu secara terang-terangan.
Akhir-akhir ini cuaca di Ibu Kota cukup panas. Belum turun hujan sejak seminggu yang lalu. Jadi sangat maklum jika para penduduknya merasa kegerahan seperti halnya Ratu. Meski sudah memakai AC sekalipun—tetap saja rasanya masih kurang. Oleh karena itu, malam ini Jeffrey melihat Ratu dengan pakaian tidur yang berbahan sangat tipis sampai sepertinya ia mampu melihat sesuatu di balik pakaian tersebut.
Jeffrey mengembuskan nafasnya dengan kasar. Agaknya ia merasa kesal sekarang—karena pekerjaan yang terus menyita waktunya bersama sang istri.
Dan dengan langkah gontai, Jeffrey menuju ranjang tempat di mana Ratu tengah terlelap. Jeffrey melepas kacamatanya, kemudian meletakan benda itu di atas sebuah nakas yang berada paling dekat dengan ranjang mereka.
Selanjutnya, penuh hati-hati Jeffrey ikut merebahkan tubuh di samping Ratu. Sengaja ia hapus jarak yang ada di antara mereka. Jeffrey rindu aroma tubuh istrinya itu.
Perlahan-lahan tangan Jeffrey mendekap tubuh Ratu, membuat sang empunya bergerak gelisah kemudian.
Ratu membuka matanya seketika. Tatapan mata keduanya saling beradu. Baik Jeffrey maupun Ratu seolah terkunci pandangannya. Sontak Jeffrey tersenyum tatkala tangan ratu menangkup wajahnya menggunakan satu tangan. Dan dengan sangat cepat bibir mereka saling menyatu. Saling memagut satu sama lain, hingga membuat Jeffrey kegirangan.
Lidah Jeffrey menjamah setiap detail di dalam mulut Ratu. Mengabsen satu per satu objek di balik bibir ranum itu. Membuat ciuman mereka semakin dalam. Bibir. Gerakan lidah Jeffrey. Mengambil alih kesadaran Ratu sepenuhnya. Jeffrey menang. Ia mendominasi Ratu malam ini.
Jeffrey dapat mendengar degupan jantung Ratu yang cukup kencang. Jeffrey mampu merasakan deru nafas Ratu yang kini memburu. Dan, Jeffrey tahu kalau ini juga sesuatu yang memang Ratu inginkan.
Sadar bahwa Ratu mulai terengah-engah, Jeffrey pun menarik dirinya. Ia sibuk menatap hasil dari perbuatannya barusan. Bibir Ratu saat ini sangat merah dan membengkak. Padahal baru sebentar, batinnya.
Jeffrey sadar, bahwa dirinya memang sudah kecanduan bibir milik sang istri. Bahkan seringkali ia kesulitan untuk mengontrol nafsunya sendiri hanya karena melihat benda merah kembar itu.
“Kamu sengaja gak, sih? Pakai baju tidur kaya gini.”
Mendengar pertanyaan Jeffrey barusan, lantas Ratu terkekeh. “Ya sengaja, orang lagi gerah,” jawab Ratu dengan santai.
Kemudian Jeffrey bangkit, meraih remote AC dan membuat suhu ruang kamar mereka jauh lebih rendah dari sebelumnya.
“Kalau segitu ya kedinginan, Mas!”
Jeffrey kembali naik ke atas ranjang, “Sengaja, Ra. Soalnya aku mau bikin kamu panas semaleman.” Setelah mengatakan itu, Jeffrey langsung meraup bibir Ratu tanpa memberikan aba-aba. Ratu tidak menolak sama sekali. Bahkan sejak awal memang yang ia pikirkan adalah menjadi santapan Jeffrey malam ini.
Jemari Ratu menelusup, menyentuh permukaan perut Jeffrey dengan sangat lembut.
Untuk sesaat Jeffrey berbisik lirrih, tepat di depan wajah ratu. Bahkan hidung mereka masih saling menempel. Ratu dapat melihat tatapan mata Jeffrey saat ini berubah. Seperti lebih dipenuhi oleh nafsu, berbeda dengan sebelumnya. “Aku mau kamu malem ini, Ra. Boleh?” kata Jeffrey.
Ratu meleleh. Bahkan sudah bertahun-tahun sejak pernikahan mereka. Jeffrey masih sangat menghargai semua keputusannya, sekalipun itu urusan ranjang.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, jemari Ratu beranjak naik ke atas. Menjelajahi setiap inci perut hingga dada Jeffrey, membuat sang empunya merinding seketika. Setelah puas melihat ekspresi Jeffrey yang hampir gila karena menahan dirinya, kemudian Ratu mengangguk.
Jeffrey beringsut, memposisikan dirinya di atas Ratu. Di antara kedua paha istrinya. Sementara tangan Ratu sibuk menekan kepala Jeffrey, sengaja membawa ciuman mereka semakin panas. Mereka semakin intim. Dan di bawah sana, ada sesuatu yang seolah ingin segera dikeluarkan.
Ratu melenguh keras hanya karena satu sentuhan lembut yang berasal dari tangan Jeffrey di antara kedua kakinya.
“Mas....”
Jeffrey mengabaikan ucapan Ratu. Kini ia tengah sibuk melancarkan cium-cium lain di area leher Ratu. Menyesap permukaan kulit istrinya itu hingga menimbulkan tanda keunguan di sana. Sementara itu, tangan Jeffrey enggan menganggur rupanya. Dengan satu tarikan ia merusak tiap-tiap jahitan pakaian berbahan tipis yang Ratu kenakan. Suara kain yang sobek seperti menggema di dalam kamar mereka. Dalam minimnya pencahayaan, Jeffrey mendesak Ratu. Menghimpit Ratu di bawah sana, hingga membuat Ratu seolah kehilangan kewarasannya. Ratu semakin kuat mencengkram kemeja tidur yang Jeffrey gunakan.
Merasa pemanasan yang mereka lakukan cukup memakan banyak waktu, Jeffrey siap melucuti pakaiannya. Satu persatu kancing ia lepas tanpa merasa kesulitan sedikitpun, dan pandangan matanya masih terkunci pada manik mata Ratu yang berada di bawahnya.
“Ra, kayanya gak usah pakai pengam—”
Tok tok tok!
Suara pintu kamar yang diketuk dari luar menggema seketika. Persis seperti pencuri yang tertangkap basah, Jeffrey dan Ratu panik seketika.
“IYA, KENAPA?!” pekik Jeffrey. Berharap seseorang di luar sana mampu mendengar suaranya tanpa perlu repot-repot membukakan pintu.
“PAPA DISAMPER PAK RT! DISURUH NGERONDA KATANYA!” Rupanya itu Bian, yang membawa kabar buruk untuk Jeffrey.
Jeffrey merosot seketika. Tubuhnya ambruk di atas Ratu. “Bangsat, ada aja sih bangsat! Dikit lagi, astaga,” racau Jeffrey terdengar seperti orang paling putus asa di seluruh penjuru dunia.
Tak kuasa menahan tawanya, lantas Ratu terkikik. Konyol. Ini malam terkonyol yang pernah mereka lewati.
“PAPA??”
“BILANGIN PAK RT TUNGGU SEBENTAR, BI!” sahut Ratu menggantikan Jeffrey yang tampaknya sudah sangat pasrah dengan keadaan.