Jeffrey Teguh

Ratu naik keatas ranjang, dan tanpa memberi aba-aba, ia bersandar di pundak Jeffrey. Suaminya yang tengah menonton acara televisi itu, lantas mengalihkan perhatiannya.

Selanjutnya Jeffrey mematikan televisi, dan mulai fokus memandangi wajah Ratu dalam minimnya pencahayaan kamar. Dengan hati-hati ia memijit kening Ratu, lantaran istrinya itu nampak seolah kehabisan daya malam ini.

“Kenapa, Ra?” tanya Jeffrey, membuat wanita itu mendongakkan kepalanya.

“Mas, menurut kamu ... nikah sama sahabat sendiri tuh gimana??”

“Hmm ... kalau menurut aku ya, oke sih. Luar biasa spektakuler hahaha. Bahkan kaya lebih seru tau, Ra. Karna ketika kita nikah sama orang yang bisa jadi sahabat buat diri kita tuh rasanya berkali-kali lipat lebih menyenangkan. Tau gak kenapa?”

“Kenapa?”

“Nikah tuh komitmen seumur hidup. Sementara perasaan sayang dan cinta biasanya ada limitnya.”

Ratu mengangkat alisnya, “Terus?”

“Banyak orang yang masih pacaran di luaran sana, akhirnya sampai juga di titik putus. Kalau sahabatan, emangnya bisa putus?”

Hening, Jeffrey menarik nafasnya.

“Kalau sahabatan bisa putus, mungkin sekarang lo sama gue udah hidup masing-masing kali,” tuturnya.

Ratu berdehem singkat, “Jadi alesan lo nikahin gue, karna kita sahabatan?”

“Salah.”

“Terus karna apa?”

“Karna gue cari teman hidup, bukan sekedar istri, dan feeling gue bilang kalau lo orangnya.”

Setelah mendengar perkataan Jeffrey, Ratu tersenyum cerah, “Lo kalau tiap hari kaya gini, bawaannya adem deh. Gue suka,” kata Ratu.

“Gini gimana?”

“Cara ngomong lo barusan kaya orang cerdas.”

“Emang cerdas, Ra!” sungut Jeffrey seketika.