#Jia dan Kegilaannya

Anne resah, entah apa yang akan Jia lakukan kali ini. Kemarin, setelah perdebatan singkat ia dan Jia tak saling berbicara satu sama lain meskipun sedang didalam rumah. Biasanya Jia akan berteriak sembari memaki-maki namanya dari kejauhan.

Anne yakin, Jia sudah pasti merencanakan sesuatu terhadapnya.

Netranya mampu menangkap keberadaan Jia diantara teman-temannya sebab suara tawa gadis itu begitu khas. Anne melangkah ragu-ragu menuju meja tempat dimana sepupunya itu berada.

“Eh Anne udah dateng.”

Tak terbayangkan sedikitpun oleh Anne, bahwa Jia akan menyapa dirinya dengan begitu ramah seperti saat ini.

“H-hai semua.” Balas Anne dengan kikuk.

“Langsung dibayar ya Anne.”

Mendengar perkataan itu, lantas teman-teman Jia beranjak dari tempat duduk mereka satu persatu, tersenyum dan mengatakan terimakasih sebelum akhirnya meninggalkan area kantin.

“Bayar apa maksud kamu Ji?”

Jia tersenyum, matanya kini menatap kearah meja yang dipenuhi oleh sisa-sisa makanan milik teman-temannya. “Bayar ini semua. Duit lo kan banyak.”

Gadis itu tertawa sumbang, terdengar aneh dan sarkas di telinga Anne. Beberapa mahasiswa lainnya sontak ikut menoleh, penasaran dengan pembicaraan diantara mereka berdua.

“Kamu ngomong apa sih Ji? Duit darimana? Aku gak mau bayar!” Semburat kepanikan tercetak jelas pada wajah Anne. Lantas ia berniat pergi dari sana.

Gadis itu melangkah cepat dengan perasaan gusar, namun sialnya Jia lebih dulu menarik tangannya. Membuat tubuh kecil milik Anne tersentak.

Tiba-tiba saja dapat ia rasakan segelas air membasahi wajah serta pakaiannya. Tentu saja lagi-lagi ulah Jia. Anne yang saat itu tengah mengenakan sebuah kemeja blouse berbahan tipis pun menjadi tatapan orang-orang yang tengah berada disana.

Anne malu, dan ia ketakutan. Sementara Jia sama sekali tidak memperdulikan beberapa seniornya yang juga tengah menatapnya. Gadis itu seolah tengah dikuasai oleh emosinya sendiri.

“Duit hasil nempelin cowok sana sini banyak kan Anne?” Ujar Jia.

“Jia kamu ngomong apa sih?!”

Jia menatap sengit ke arah Anne. Suasana kian memanas, pasalnya Anne sudah hampir kehilangan kesabarannya. Wajahnya memerah, serta alisnya bertaut. Hingga sebuah kata keluar begitu saja dari mulut Jia.

“Mu-ra-han!” Ujar Jia penuh penekanan pada setiap katanya, membuat seorang laki-laki yang baru saja datang menarik kasar kerah pakaiannya.

“Jaga mulut lo! Lo bukannya sepupunya Anne?” Tanya Aradean dengan tatapan menyalang serta tangan yang masih meremas kuat-kuat kerah pakaian Jia.

Kantin semakin ricuh. Entah darimana datangnya laki-laki itu. Seolah menjadi seorang pahlawan bagi Anne.

“Dean udah, lepas!”

“Lo kok tahan sih punya sepupu kaya gini? Kelakuannya rendahan. Lo butuh berapa buat bayar makanan temen-temen lo? Nih ambil!” Seru Aradean disusul dengan gerakan tangannya yang melempar sejumlah uang dihadapan Jia, membuat puluhan mahasiswa yang berada disana kini bersorak meriah.

Detik kemudian, laki-laki itu merengkuh tubuh Anne, menggiringnya untuk segera keluar dari kerumunan. Meninggalkan Jia seorang diri disana, yang kini tengah dihadiahi tatapan nanar oleh orang-orang.