Kering Semua Ego Satu Lautan
“Kamu ngapain, sih, cengar-cengir kayak gitu?”
Mendengar suara bariton Papa yang tiba-tiba saja menegurnya itu, Bian panik bukan main. Meski sadar betul bahwa sama sekali belum ada kejelasan tentang hubungan seperti apa yang Bian jalani dengan si gadis bendahara, tapi tetap saja Bian takut kalau-kalau Papa sampai tau soal dirinya yang super rajin bertukar pesan dengan anak perempuan di kelasnya itu.
“Gak ngapa-ngapain, tuh?” kata Bian, kemudian menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan menu utama.
Sebelah alis Papa naik, sengaja memberikan tatapan intimidasi ke arah Bian. “Kamu gak kayak Zaid, kan, Bi?”
Tunggu, ini apaan ya maksudnya?
“Maksud, Papa?”
Papa menggeleng cepat. Khawatir jika salah bicara lagi, bisa-bisa Ozi kembali diserang menggunakan tinju, tapi kali ini oleh Zaid. Toh yang sebelumnya Papa tangkap adalah ekspresi cengangas-cengenges Bian—bukan ekspresi seperti bocah yang tengah menonton film biru dalam kegelapan bilik rumah sakit.
“Gak jadi. Dagu kamu masih sakit, gak?”
“Udah enggak. Ngomong-ngomong ini Bian yang sakit, kok malah Mama yang tidur seharian?” Bian melirik Mama yang terus terlelap sejak tadi siang di atas sofa. Bahkan, sepertinya seingat Bian—Mama tidak merubah posisinya sedikitpun.
Papa terkekeh, sambil menarik sebuah kursi untuk duduk di samping ranjang tempat Bian berbaring.
“Waktu kamu belum sadar, Mama gak mau tidur sama sekali. Kamu itung aja, dari jam sepuluh malem sampai besok paginya. Cuman karna takut kamu kenapa-napa pas Mama lagi tidur.”
“Kan ada Dokter. Papa ... gimana? Tidur?”
“Anak satu-satunya abis ilang, dan ditemuin dalam keadaan berdarah-darah. Istrinya nangis semaleman. Terus kamu pikir, Papa bisa tidur?”
Sebenarnya tanpa perlu Papa jawab pun, Bian sudah tahu. Melihat penampilan Papa yang carut-marut padahal biasanya super rapi saja sudah aneh. Baik Papa, dan Mama—keduanya pasti sama-sama kurang istirahat.
Lantas sekelebat ingatan soal Papa yang melarangnya untuk ikut pergi ke perkemahan tiba-tiba saja muncul. Bian menghela napas panjang. Dalam benaknya dia membatin kalau sang papa pasti ada hubungannya dengan Mbak Rara, yang namanya sering kali disebut-sebut di televisi sebagai peramal sekaligus pawang hujan yang sangat sakti mandraguna! Pantas saja turun hujan di perkemahan tersebut selama seharian penuh.
“Kamu lagi ngomongin Papa di dalem hati, ya?”
“Enggak.”
“Alah boong! Buktinya mata kamu ke kanan-kiri gitu.”
Lalu dengan bodohnya Bian menaik-turunkan tatapannya. “Enggak, nih. Sekarang ke atas-bawah,” kata Bian.
Sontak keduanya tergelak di keheningan malam itu. Lucu sekali. Sementara tak lama setelah itu, Mama terbangun dari tidurnya. Sepertinya hampir terkejut karena minimnya pencahayaan. Maklum—tidur sejak siang, dan begitu bangun sudah larut malam.
“Kok gak ada yang bangunin Mama?”
Mama berjalan sempoyongan menuju Bian. Dan, hal pertama yang Bian lakukan kala matanya bertemu tatap dengan Mama adalah mendudukkan tubuhnya sendiri, sebelum akhirnya menepuk sebuah spot kosong di atas ranjangnya.
Sesuai seperti yang Bian minta, Mama pun naik dan duduk dengan manis di hadapan Bian. Kemudian diraihnya tangan Bian, “Jangan mampir ke sini lagi, Bi. Mama gak suka liat kamu tiduran di kasur rumah sakit.” Kalau saja cahaya lampu tidak temaram saat ini, mungkin Mama dapat melihat semburat merah pada pipi Bian.
Duduk di antara Papa dan Mama—Bian senang, tapi salah tingkah.
“Bian ... minta maaf.”
“Buat apa?” tanya Papa.
“Ngerokok ... sama nekat pergi kemah....”
Untuk sesaat Bian merasa dunianya seakan berhenti, tatkala melihat respon Papa dan Mama yang hanya membisu.
Papa bangkit dari tempat duduknya semula. “Papa juga minta maaf soal Oji.” Kemudian Papa sekonyong-konyong menepuk pundak Bian dengan penuh tenaga.
“AH SAKIT!”
“Lebay banget, sih?” kata Papa.
“Papa!”
Bian terkekeh geli tatkala Mama melayangkan tatapan seolah berarti 'Lo macem-macem ke anak gue, awas aja lo!'
“Marahin aja, Ma! Kaga kira-kira dia mukulnya”
“Demi Tuhan cuman aku usap, Ra!” seru Papa memberi pembelaan.
“Jelas-jelas bunyinya bukh!” timpal Mama, dan sudah dipastikan Bian menang melawan Papa malam ini.