Manusia-Manusia Banyak Keinginan
Elio Nathanael, meski nama pemberian orang tuanya terdengar sangat bagus tapi tetap saja teman terdekatnya memanggilnya dengan sebutan 'Ethan'.
Ethan ingat kali pertama ia mengenal Yohan dan Arjuna satu tahun yang lalu, saat ketiganya masih sama-sama menjadi mahasiswa baru di Neo University. Mereka diharuskan untuk memilih salah satu UKM sebagai sebuah wadah untuk menyalurkan bakat dan minat, namun sayangnya tidak ada satupun jenis UKM yang mereka minati.
Sebenarnya hampir sebagian besar UKM yang tersedia tampak seperti ajang untuk adu tingkat kekerenan saja menurut point of view ketiganya. Hanya sedikit UKM yang berkesinambungan dengan kampus maupun fakultas yang ada. Tapi tidak ada yang salah, mengingat rata-rata mahasiswa kampus itu kuliah hanya untuk formalitas saja. Yah, pasalnya mayoritas dari mahasiswanya berasal dari golongan atas yang sebenarnya tanpa sekolah tinggi-tinggi pun hidup mereka sudah terjamin karena harta yang konon katanya tidak akan habis meski dihajar oleh tujuh turunan!
Masih untung ada yang berinisiatif mendirikan UKM. Agaknya mereka-mereka yang mengajukan untuk mendirikan UKM sebelumnya adalah mahasiswa-mahasiwa gabut atau lebih sopannya yaitu mahasiswa kurang kerjaan di universitas ini.
Satu hal yang seringkali Ethan katakan selama kurang lebih satu tahun belakangan ini.
“Dari sekian banyak orang keren, kenapa gak ada yang kepikiran bikin UKM band, sih?”
Begitu pula yang kira-kira dirasakan oleh Yohan dan juga Arjuna, hingga ketiganya memutuskan untuk menentang peraturan yang mewajibkan untuk memilih setidaknya satu jenis UKM, dan berujung dengan rencana membuat UKM baru ditengah-tengah obrolan ngelantur yang dicetuskan oleh Ethan sendiri.
flashback
“Lo yakin gak join UKM manapun, Than?” tanya Yohan penasaran tatkala Ethan tengah menyuap makanannya ke dalam mulut.
Ethan menggeleng, kemudian mengunyah makanan di dalam mulutnya dengan kecepatan dua kali lipat dari sebelumnya. “Yakin, lah. Kecuali ada UKM band.”
“Bikin sendiri aja kalo mau,” sahut Arjuna.
Baik Yohan maupun Ethan—keduanya sama-sama beralih menatap Arjun dengan raut wajah serius.
“Emangnya bisa?”
Ethan mengangguk, sebagai tanda mengamini pertanyaan yang Yohan lemparkan pada Arjuna barusan.
“Dari yang gua tau, sih, bisa. Cuman ada syaratnya.”
“Apa?” tanya Ethan yang sepertinya sudah mulai tertarik dengan topik obrolan kali ini.
Sebelum menjawab, Arjuna memilih untuk menyedot es susu ovaltinenya terlebih dahulu.
“Bikin kelompok mahasiswa yang minatnya sama dulu. Misal lo, gua, sama Yohan kan minatnya bermusik ya? Kita kumpulin orang-orang dengan minat sama—minimal dua puluh orang. Terus jadi komunitas tuh. Nah, komunitasnya harus aktif minimal selama tahun, baru bisa diajuin ke BEM.”
“Ribet, Anjing!” potong Yohan.
“Bajingan! Yo pancen ngono kui carane!” sulut Arjuna. (Bajingan! Ya emang kaya gitu caranya!)
“Dia ngomong apaan, Than?”
Lantas Ethan mengedikkan bahunya, sambil terkekeh. Menjadi salah satu anak rantau dalam fakultas mereka agaknya merupakan masalah serius bagi Yohan.
“Ayo buat...,” cetus Ethan tanpa basa-basi sebelumnya.
“Buat apaan?”
“UKM band.”