Manusia-Manusia Banyak Tuntutan

Elio Nathanael, atau yang lebih akrab dipanggil Ethan ingat saat kali pertama ia mengenal Yohan dan Arjuna satu tahun yang lalu, saat ketiganya masih sama-sama menjadi mahasiswa baru di Neo University. Para mahasiswa baru disarankan untuk memilih salah satu dari UKM yang ada sebagai wadah untuk menyalurkan bakat dan minat. Namun sayangnya tidak ada satupun jenis UKM yang mereka bertiga minati.

Sebenarnya hampir sebagian besar UKM yang tersedia tampak seperti ajang untuk adu kekerenan saja menurut point of view ketiganya. Hanya sedikit UKM yang berkesinambungan dengan kampus maupun fakultas yang ada. Tapi tidak ada yang salah, mengingat rata-rata mahasiswa kampus itu mendaftar kuliah hanya untuk formalitas saja. Yah, pasalnya mayoritas dari mahasiswanya berasal dari golongan atas yang sebenarnya tanpa sekolah tinggi-tinggi pun hidup mereka sudah terjamin karena harta yang konon katanya tidak akan habis meski dihajar oleh tujuh turunan! Mantap!

Masih untung ada yang berinisiatif mendirikan UKM. Agaknya mereka-mereka yang mengajukan untuk mendirikan UKM sebelumnya adalah mahasiswa-mahasiwa kurang kerjaan atau bahkan hanya karena malas pulang ke rumah lebih cepat, yang kebetulan aktif dan memiliki kretivitas tanpa batas.

Satu hal yang seringkali Ethan katakan selama kurang lebih satu tahun belakangan ini.

“Dari sekian banyak orang keren di sini, kenapa gak ada yang kepikiran bikin UKM band, sih?”

Dan yup! Begitu pula yang kira-kira dirasakan oleh Yohan dan juga Arjuna, hingga ketiganya memutuskan untuk bersatu, dan membuat UKM baru ditengah-tengah obrolan ngelantur yang dicetuskan oleh Ethan sebagai dalangnya.

flashback

“Lo yakin gak join UKM manapun, Than?” tanya Yohan penasaran tatkala Ethan tengah menyuap makanannya ke dalam mulut.

Ethan menggeleng, kemudian mengunyah makanan di dalam mulutnya dengan kecepatan dua kali lipat dari sebelumnya. “Yakin, lah. Kecuali ada UKM band.”

“Bikin sendiri aja kalo mau,” sahut Arjuna.

Baik Yohan maupun Ethan—keduanya sama-sama beralih menatap Arjuna dengan raut wajah serius.

“Emangnya bisa?”

Ethan mengangguk, sebagai tanda mengamini pertanyaan yang Yohan lemparkan pada Arjuna barusan.

“Dari yang gua tau, sih, bisa. Cuman ada syaratnya.”

“Apa?” tanya Ethan yang sepertinya sudah mulai tertarik dengan topik obrolan kali ini.

Sebelum menjawab, Arjuna memilih untuk menyedot es susu ovaltinenya terlebih dahulu.

“Bikin kelompok mahasiswa yang minatnya sama dulu. Misal lo, gua, sama Yohan kan minatnya bermusik ya? Kita kumpulin orang-orang dengan minat sama—minimal dua puluh orang. Terus jadi komunitas tuh. Nah, komunitasnya harus aktif minimal selama tahun, baru bisa diajuin ke BEM.”

“Ribet, Anjing!” potong Yohan.

“Bajingan! Yo pancen ngono kui carane!” sulut Arjuna.

“Dia ngomong apaan, Than?”

Lantas Ethan mengedikkan bahunya, sambil terkekeh. Agaknya pertemanan mereka memiliki kendala yang cukup serius meski hanya karena perbedaan suku antar ketiganya.

Detik kemudian Ethan merubah raut wajahnya menjadi lebih serius, namun tetap terlihat santai.

“Ayo buat...,” cetus Ethan sekonyong-konyong tanpa basa-basi sebelumnya.

“Buat apaan?”

“UKM band.”


UKM adalah Unit Kegiatan Kampus.