Our Weekend

Jeffrey menggenggam tangan mungil Ratu sembari menyetir kemudi mobil. Sesekali ia mengecup punggung tangan istrinya itu, dengan senyuman yang terus mengembang sejak tadi pada wajahnya.

“Bisa biasa aja gak?” tanya Ratu, jengah.

“Ini biasa aja,” jawab Jeffrey.

Ratu berdecak kesal, “Biasa apanya? Kamu tuh cium tangan aku, tiap menit!”

“Emangnya kenapa sih? Ada masalah sama cium tangan? Aku cium tangan kamu, ya karna kamu istri aku. Lagian kalau aku cium tangan Matius kan gak mungkin, Ra,” tutur Jeffrey tanpa menghadap Ratu. Netranya tetap fokus menatap jalanan didepannya.

Ratu menghela nafas panjang, “Tangan gue basah!”

Mendengar itu, lantas Jeffrey melirik Ratu dengan wajah kesal yang sengaja dibuat-buat.

“Yang bener aja? Orang cuman dicium, bukan dijilat!” sungut Jeffrey, dan dibalas dengan tawa renyah khas milik Ratu.

Mobil Jeffrey melaju dengan kecepatan sedang, membelah keramaian jalanan kota Jakarta pagi itu. Minimnya awan, membuat sinar matahari terik menyoroti Jalanan. Untungnya kondisi kota Jakarta belakangan ini sangat bersahabat.

“Mau makan dimana, Ra?” Jeffrey kembali membuka suara.

“Sekalian aja di rumah Mama.” Laki-laki itu mengangguk-angguk.

Selang beberapa menit setelahnya, mobil Jeffrey memasuki pekarangan rumah mewah bergaya klasik milik orang tuanya. Rasanya belum penuh satu bulan, sejak terakhir kali dirinya dan Ratu mengadakan after party di halaman rumah tersebut, kini tatanannya sudah banyak yang berubah. Maklum, sang Mama hobi sekali mendekorasi taman. Konon kata Mama, menata taman adalah healing paling bersahabat dengan kantong. Nyatanya hampir setiap pagi di hari weekend, wanita paruh baya itu membeli tanaman, dan hiasan baru, bernilai belasan juta untuk taman tersebut.

Ratu bersiap untuk turun dari mobil, namun sebelum itu, Jeffrey lebih dahulu menahan lengannya.

“Kenapa?” tanya Ratu.

“Nanti kalau Mama bahas anak, bilang aja aku belum siap.”

“Kok gitu? Kenapa boong?”

“Biar Mama gak bawel, Ra.”

Ratu meraih tangan Jeffrey, kemudian digenggamnya erat-erat. “Kamu mau punya anak kan?”

Jeffrey mengangguk.

“Kita udah usaha, selebihnya terserah Tuhan aja. Aku akan bilang gitu ke Mama. Toh kita nikahnya juga masih baru, aku yakin Mama gak bakal nuntut, justru kalau Mama tau, kita bisa minta doa sama dia. Doa orang tua tuh manjur loh, Mas.”

Kemudian Jeffrey menarik sudut bibirnya. Semua yang istrinya itu katakan memang ada benarnya. Ia terlalu berprasangka buruk terhadap sang Mama, tanpa disadari ia terlalu berprasangka buruk terhadap sang Mama.

Tangannya bergerak untuk mengelus rambut Ratu, lalu mencium keningnya istrinya itu sebentar.

“Gue gak salah pilih istri ternyata,” ujarnya secara terang-terangan.