Parfume
Parfume
Ratu mengintip ke dalam kamar. Mengamati bagaimana Jeffrey yang kebetulan sibuk sejak pagi, bahkan di hari Sabtu seperti ini.
Ia menghela napas berat sejenak. Sudah bermenit-menit, yang Ratu lakukan hanya berdiri di ambang pintu kamar. Ia ingin masuk ke dalam, tapi takut kalau-kalau eksistensinya dapat mengganggu atensi Jeffrey pada sekumpulan map kertas, dan laptop di atas meja kerjanya.
Lalu, ketika kedua lututnya mulai terasa pegal, dan ia gelisah—suara Jeffrey menginterupsi. “Masuk, Ra, jangan diem di sana. Nanti kejepit pintu.”
Ratu membuka lebar pintu kamar yang semula dalam keadaan setengah tertutup itu. Berjalan masuk, dan di saat yang bersamaan Jeffrey beranjak dari tempat duduk dan mengambil langkah, menghampirinya.
“Tutup lagi pintunya, Ra.” Suara Jeffrey terdengar lembut seperti biasanya.
Lantas, Ratu memutar tubuhnya kembali. Melakukan apa yang Jeffrey minta. Menutup pintu kamar mereka rapat-rapat, sampai tak ada celah barang sedikitpun.
Untuk sejenak Ratu merasa ragu. Haruskah ia mengunci pintu di hadapannya, atau sekedar menutupnya seperti ini. Namun, pada akhirnya Ratu memutuskan untuk memutar kunci kamar sebanyak dua kali.
Sudut bibir Jeffrey tertarik ke atas, lalu terkekeh sendiri. “Kenapa, Ra?” Ia memiringkan kepalanya, “kok dikunci?” tanya Jeffrey yang tentunya untuk basa-basi.
“Aku mau ngomongin sesuatu yang serius.”
“Ngomongin?” Alis Jeffrey menukik sebelah kemudian. “Bukannya ngelakuin sesuatu yang serius...?”
Pipi Ratu memanas, hingga muncul rona merah pada seluruh wajahnya. Hampir terlihat seperti buah tomat yang sudah matang.
“Kalau mau cuddling itu bilang, Ra, jangan ngabisin parfum aku.” Jeffrey sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Ratu. “Tuh—ini bau aku nih.”
“Mas, aku....”
“Apa?”
“Jadi gini....” Ratu masih bingung memilih kata
“Di dahi kamu ada tulisannya, 'aku mau kamu' gitu.”
Sontak Ratu membeku di tempatnya. Sementara, di waktu yang bersamaan Jeffrey mengambil satu langkah lebih dekat. Menghapus setiap jarak di antara mereka, menangkup kedua pipi Ratu yang hangat, seraya tergelak untuk sesaat.
“Kayaknya selama ini kamu cuman suka kangen sama bau aku, ya? Bukan akunya?” kata Jeffrey sambil melirik tempat di mana parfum miliknya berada.
Ratu menggeleng semangat, “Gak gitu, ya!”
Ia berjinjit demi melingkarkan kedua tangannya di leher Jeffrey. “Mas ... Kamu lagi capek, gak?” Ratu dengan hati-hati bertanya demikian.
Telinga Jeffrey praktis memerah. Kedua tangannya kemudian membingkai tubuh Ratu di pinggang. Ia sengaja mendekatkan bibirnya pada telinga Ratu yang lucunya juga ikut kemerahan saat itu. Suara Jeffrey rendah untuk berbisik. “Beneran mau aku ternyata.”
Hening.
Nafas Jeffrey hangat, menyapu daun telinga hingga leher Ratu. “Ra ... aku juga kangen. Aku juga ... mau kamu.”
Percakapan mereka berhenti sampai di sana, sebab Jeffrey tiba-tiba saja mendaratkan banyak sekali kecupan kupu-kupu di sekitar leher Ratu. Aksi Jeffrey sebenarnya cukup sederhana, tapi bagi Ratu—itu sangat menggairahkan.
Jeffrey menghimpit tubuh Ratu, mendorong tubuhnya pada kedua buah dada istrinya itu. Kecupan-kecupan kecil darinya perlahan berubah menjadi sebuah sapuan lidah, hingga hisapan lembut yang kemudian membuat degup jantung Ratu meningkat.
Bibir Jeffrey beranjak turun, lalu mendarat cukup lama pada tulang selangka milik Ratu. Mencumbuinya dengan agresif hingga Ratu tak sengaja mengeluarkan sebuah lenguhan.
Ratu menggigit bagian dalam pipinya. Ia ingin bibir Jeffrey segera. Ditangkupnya dagu laki-laki itu supaya mendongak ke atas. Kemudian, tanpa permisi ia menempelkan kedua belah bibir mereka dalam kehangatan, hingga tak lama kemudian sebuah suara decakan lolos seketika. Kaki Ratu gemetar saat salah satu tangan Jeffrey menelusup masuk ke dalam piyamanya.
“Ra.”
“Hm?”
“Bian udah tidur, kan?” Jeffrey merasa was-was, sementara Ratu hanya merespon dengan sebuah anggukan singkat. “Berarti bisa sambil teriak-teriak mainnya.”
“Gila kamu?!” timpal Ratu.