Pinky Promise ft. Warm Hug
Ratu tampak sibuk mondar-mandir sejak tadi, namun entah apa yang tengah ia lakukan. Mulai dari memindahkan remote televisi yang sebenarnya sudah terletak dengan apik di samping televisi tersebut, menyusun setiap brush make up nya berdasarkan dengan fungsinya.
Sebenarnya sejak tadi—semua gerak-gerik Ratu tak pernah sekalipun lepas dari pandangan Jeffrey. Sempat beberapa kali Jeffrey menahan tawanya, seperti saat Ratu keliru memakai sendal di dalam unit apartemen mereka. Tapi apa boleh buat? Jeffrey merasa harus memberi istrinya itu pelajaran. Sebab, jika tidak begitu, Ratu pasti akan mengulangi kesalahan yang sama.
Jeffrey meletakkan ponselnya di atas nakas. Sebelum merebahkan diri di tempat tidur, Jeffrey sudah mandi terlebih dahulu. Oleh karena itu, saat ini ia dapat langsung menarik selimutnya, dan berencana tidur memunggungi Ratu malam itu.
Sementara itu, Ratu sadar jika saat ini Jeffrey tengah menerapkan silent treatment untuknya. Jeffrey memang seperti itu sejak dulu. Kalau marah, ia pasti lebih memilih diam.
Meskipun Jeffrey tahu betul jika melakukan silent treatment seperti halnya saat ini memang tidaklah baik, tapi menurutnya itu adalah cara yang paling efisien untuk menunjukkan sebuah perasaan kesal atau bahkan marah yang tengah ia alami selain harus berbicara dengan cara teriak-teriak, atau bahkan memukul. Sebab menurutnya, silent treatment cukup berguna, asalkan dilakukan dengan porai yang pas.
Lantas Ratu berjalan ke arah ranjang, tempat suaminya itu berbaring. Ikut merebahkan tubuh, kemudian menarik selimut hingga menutupi dadanya. Merasa diabaikan oleh Jeffrey yang tidur sambil memunggunginya—sontak Ratu mendengus sebal.
Ia terus menggeser tubuhnya hingga tidak menyisakan space kosong diantara dirinya dan juga Jeffrey.
Kemudian, dengan sangat hati-hati, Ratu mengetuk punggung Jeffrey seolah tengah mengetuk pintu rumah.
“Knock knock knock,” cicit Ratu.
Hening.
Merasa harus berusaha lebih keras, lantas Ratu kembali mengetuk punggung Jeffrey dengan sedikit tambahan tenaga.
“Knock knock knock.”
“Who?” sahut Jeffrey yang masih memunggunginya.
“Maafin aku, Mas.”
Jeffrey membuka matanya tatkala salah satu tangan Ratu memeluk pinggangnya begitu saja.
“Aku bilang who? Bukan what?” kata Jeffrey.
“Ratuu, Mas! Istri kamu.”
Mendengar jawaban itu, Jeffrey langsung memutar tubuhnya. Keduanya kini saling menatap, dan hanya berjarak sekitar 2 centi meter saja.
“Apa jaminannya, kalau kamu gak akan ngilangin kaya hari ini lagi?”
Ratu meneguk salivanya seketika, usai mendengar penuturan Jeffrey yang menggunakan nada serius.
“A—aku ... aku berhenti koleksi poca,” kata Ratu terbata-bata.
Detik kemudian Jeffrey tersenyum. Ia mengeluarkan jari kelingkingnya, sebagai pertanda untuk mengajak Ratu berjanji.
“Janji, ya?” ucap Jeffrey.
“Janji,” kata Ratu, lalu mengaitkan jari kelingkingnya dengan milik Jeffrey.
Lalu dengan gerakan cepat, Jeffrey menarik tubuh Ratu masuk kedalam dekapannya. Tak lupa diusapnya pucuk kepala Ratu dengan lembut.
“Tidur, Ra.”