Pulang Lembur

Setelah merapikan beberapa benda di atas meja kerjanya, Jeffrey dengan segera meraih jas dan ponselnya. Usai sudah agenda lembur di kantor malam itu, pasalnya ada seorang wanita yang menunggunya untuk pulang ke rumah.

Jeffrey membuka pintu ruangannya. Membuat beberapa programmer dan tester yang masih berada disana, sedikit terkejut dibuatnya. Maklum, tuntutan pekerjaan membuat sebagian dari karyawan Jeffrey menghabiskan malam-malam mereka di kantor.

Namun, tentunya tidak menjadi masalah bagi mereka, karena status bujangan yang mereka miliki, pun tidak sedikit pula yang tempat tinggalnya sangat jauh dari kantor kemudian memutuskan untuk tinggal di kantor dan hanya akan pulang setiap weekend.

“Lah si Bapak belum pulang?” tanya salah satu karyawan Jeffrey—Dananjaya namanya.

“Ini mau pulang.”

Danan hanya manggut-manggut saja.

“Saya pesenin kalian jajan, kayanya sebentar lagi nyampe,” kata Jeffrey, dan dijawab sorakan bahagia dari beberapa orang yang tengah berada disekitarnya.

Selanjutnya Jeffrey mendekat, menepuk pundak Danan, dan menatap yang lainnya. “Semangat! Mumpung masih muda.”

“BONUS PAK BONUS!” seru Yogi yang merupakan karyawan kebanggaan istrinya, kala ia masih masih bekerja di kantor itu.

Jeffrey menggosokkan jari telunjuk ke keningnya sendiri, “Stress ya dia? Setahun bisa berkali-kali minta bonus!”

“Sekalian amal, Pak!”

“Yang ada gue melarat!”

Tawa yang lainnya pecah.

Begitu lah hubungan antara Jeffrey dengan para karyawannya. Sebisa mungkin Jeffrey menjaga komunikasi antara dirinya dan para anak buahnya. Tentu saja bukan tanpa alasan, sebab sang Papa pernah berpesan demikian.

“Bangun perusahaan itu ibarat kerja kelompok. Kalau kompak, hasilnya pasti bikin kamu sama yang lainnya ngerasa puas. Tapi kalau kerja sendiri-sendiri, komunikasi gak ada, ngerasa lebih tinggi satu sama lain, pasti hasilnya ancur, Mas”

Kira-kira seperti itulah yang Papa katakan kepada Jeffrey, beberapa tahun yang lalu.

“Pulang sama Bu Nadin, Pak?” Pertanyaan Yogi yang barusan saja, sontak membuat Jeffrey mengerutkan keningnya.

“Enggak.”

“Loh, itu Bu Nadin masih di ruangannya. Tadi saya tanya, katanya nungguin Bapak.”

“Dia belum pulang?”

“Iya, Pak.”