Shall We (?)

Ratu ingat, dulu saat satu hari pasca pernikahannya dan Jeffrey, jangankan dipangku seperti saat iniーdisentuh barang seujung jari pun Ratu sudah histeris. Takut Jeffrey macam-macam, katanya. Konyolnya ia bahkan membatasi ranjang mereka dengan sebuah guling pada setiap malam yang mereka lalui. Ratu ingat, kala itu Jeffrey bahkan sampai merajuk. Suaminya itu kerap mencari-cari akal supaya guling yang ia ibaratkan tembok besar China itu dapat segera hilang eksistensinya dari atas ranjang mereka.

Kini, semuanya sudah berubah. Setelah bertahun-tahun menikah, Ratu semakin sadar kalau yang namanya keintiman dalam rumah tangga itu juga sangat penting. Menikah bukan cuma perihal makan bersama, menyiapkan pakaian suami, menjadi teman berkeluh kesah, atau membuat hidangan makan malam. Tentu saja, bisa-bisa Jeffrey tertarik pada perempuan lain di luar rumah, hanya karena ia dan suaminya itu jarang melakukan skinship.

Ratu memandang dalam manik mata Jeffrey yang saat ini tengah duduk sembari memangku tubuhnya. Spontan pria itu memberinya sedikit senyum, sembari tangannya perlahan tapi pasti menyusup ke dalam piyama yang malam ini melekat pada tubuh Ratu.

“Saran aku, kalau niatnya mau nonton ya gak usah pangku-pangkuan gini,” kata Jeffrey, meski tangannya masih setia menjelajah di pinggang Ratu.

Sementara itu, Ratu sibuk menahan lenguhan yang bisa kapan keluar saja dari bibirnya. “Aku cuman pengen dipangku,” sahut Ratu. Namun, setelah itu ia melingkarkan kedua tangannya di leher Jeffrey.

Ia bohong. Kenyataannya, yang ingin Ratu lakukan kali ini lebih dari itu.

“Yakin?”

Ratu refleks menggeliat tatkala Jeffrey secara tiba-tiba menempelkan bibir ke telinganya. Naik dan turun, menyentuh sepanjang lekuk pipi Ratu dengan sensual. Ratu dapat merasakan senyum Jeffrey di balik itu. Ratu juga dapat merasakan dengan jelas, bagaimana udara yang berasal dari napas Jeffrey menyapu permukaan kulit pada lekuk lehernya. Hangat.

“Masih yakin?” bisik Jeffrey.

Alih-alih menjawab, Ratu justru mencengkram kuat pundak suaminya itu. Diam-diam Jeffrey sengaja menggigit cuping telinga Ratu, sampai tubuh Ratu bergidik seketika.

“Wangi, Ra. Badan kamu....”

Di sela-sela perasaan melayangnya, Ratu terkekeh. “Mandinya sehari dua kali.”

“Aku bikin mandi lagi abis ini, marah gak?” Jeffrey menarik mundur wajahnya yang semula bersembunyi pada lekuk leher Ratu.

“Marah, lah! Nanti kalau aku kena rematik, gimana?”

“Yah....” Jeffrey mencebik. Raut wajah serta sorot matanya seakan menggambarkan betapa kecewanya ia saat ini. “Terus ini gak bisa dilanjut ya?” katanya hati-hati.

Ratu menangkup kedua pipi Jeffrey. Menatap mata laki-laki itu sekali lagi, sebelum akhirnya ia mendaratkan sebuah kecupan singkat pada bibir suaminya itu. “Bisa dilanjut kalau kamu mau.”

Secara naluriah tangan Jeffrey sontak menarik tengkuk Ratu. Menyatukan kedua belah bibir mereka secara intens. Menyesap bibir ranum Ratu dengan penuh perasaan. Satu detik, dua detik, banyak waktu berlalu, sampai-sampai Ratu hampir saja kehabisan napas jika tak membuka mulutnya. Dan, pada kesempatan ituーlidah Jeffrey sukses menorobos masuk ke dalam. Mereka saling memagut satu sama lain, hingga saliva Ratu yang sudah tercampur milik Jeffrey tanpa sadar mengalir keluar.

Ratu dibuat melenguh saat tangan Jeffrey kembali menyusup masuk ke dalam piyamanya. Putingnya menegang di balik kain, dan menempel sempurna pada dada Jeffrey sebab sebelumnya Ratu sengaja menanggalkan bra yang ia kenakan, seperti yang biasa ia lakukan di setiap malam.

Ratu mencengkram pundak Jeffrey kuat-kuat saat laki-laki itu menarik rambutnya ke belakang. Tidak begitu kasar, namun cukup kuat sampai-sampai Ratu mendongak dibuatnya. Lantas, wajah Jeffrey turun ke bawah. Yang sebelumnya ia fokus dengan bibir Ratu, kini beralih mencumbui setiap sudut pada leher Ratu. Tangannya yang satu masih terus menahan kepala Ratu agar tetap mendongak dan memudahkannya untuk meninggalkan beberapa bercak merah keunguan di sana, sementara tangan yang lain bergerak secara acak menjelajah pangkal paha hingga bagian belakang Ratu.

Sementara itu, yang disentuh sibuk mengatur deru napas dan detak jantungnya. Tenggorakan Ratu mulai kering, dan kulitnya terasa seakan-akan terbakar oleh setiap sentuhan yang Jeffrey berikan.

Ratu menjatuhkan tangannya tepat di dada Jeffrey. Berniat menghentikan kegiatan suaminya itu. Dan, berhasil.

“Apa?!” tanya Jeffrey dengan nada kesal.

Ratu tersenyum jahil. “Ada dongkrak naik di bawah pantat aku,” katanya sembari menggerakan pinggul berlaga gelisah.

Jeffrey mengerang kasar, “itu ereksi, Ra!”

“Dongkrak.”

“Itu titit!” timpal Jeffrey.

Gelak suara tawa Ratu pun tak tertahankan. Lucunya, bahkan di saat-saat seperti ini Jeffrey masih berkenan menimpali setiap perkataannyaーmeski dengan wajah memerah.

“Pintunya, Mas.... Belum dikunci, takut Bian tiba-tiba ngetok.” Ratu mengusap lembut sudut bibir Jeffrey yang basah karena salivanya. “Tunggu dulu, aku mau ngunci pintu,” katanya.

Lalu dengan gerakan cepat, Ratu bangun dari pangkuan Jeffreyーkursi ternyamannya. Beranjak menuju pintu kamar mereka, menyisakan Jeffrey yang masih terduduk manis di atas sofa berlapiskan kain beludru, sambil menatap sebuah gundukan yang diciptakan oleh sesuatu dari balik celananya.

Ratu memutar kunci kamarnya sebanyak dua kali, sebelum ia memastikan pintu itu sudah benar-benar terkunci rapat. Dan, tepat saat ia memutuskan untuk berbalikーJeffrey sudah lebih dulu mengukungnya dari belakang. Menghirup aroma cinnamon yang menguar di sekitar tengkuk Ratu, membuatnya merinding seketika.

Detik berikutnya Ratu memutar tubuh, demi berhadapan langsung dengan Jeffrey. Tanpa memberi sebuah aba-aba, bibirnya mendarat lebih dahulu di bibir Jeffrey. Tangannya melingkar sempurna pada bahu lebar milik suaminya itu. Kemudian memiringkan kepala, seraya menekan tengkuk Jeffrey agar pagutan mereka lebih dalam.

Jeffrey tak tinggal diam. Tangannya naik dari pinggang menuju payudara Ratu. Menyentuh bagian sensitif yang ada di sana. Mereka sama-sama imbang.

Decakan demi decakan yang mereka ciptakan agaknya mampu meredam suara televisi yang masih menyala kala itu. Baik Ratu maupun Jeffrey tak acuh. Atensi mereka saat ini hanya untuk satu sama lain.

Jeffrey menarik tangannya. Perlahan-lahan turun ke bawah. Menjelajah perut hingga ke belakang paha Ratu, sebelum ia tarik kaki jenjang itu untuk melingkar di pinggangnya.

Ratu kembali melenguh tatkala bagian intinya menyentuh ereksi Jeffrey yang jauh lebih gila dari sebelumnya. Pinggangnya sedikit tersentak. Di bawah sana, seperti ada sesuatu yang sangat ingin keluar.

“Ra....” Jeffrey sibuk mengatur napasnya, bersamaan dengan Ratu. Dan, refleksnya membuat payudara Ratu menekan dadanya yang keras. “Pindah ke kasur ya?” Yang diberi pertanyaan lantas mengangguk.

“Boleh....”