Zoom Meeting
Wajah ketiganya kini telah muncul pada layar laptop milik Rasya. Sebenarnya Kadavi sempat menyarankan untuk melakukan panggilan vidio, namun alih-alih menurutinya Rasya justru berkata, “Zoom aja Dav, biar kaya meeting beneran.”
Kadavi hanya bisa menghela nafas kasar dan mengikuti keinginan gadis itu. Pasalnya dihadapan Rasya, ego Kadavi hilang entah kemana.
“Aya naon Dap? Ca?” Tanya Bastian dari seberang sana.
Rasya tak kunjung menjawab pertanyaan Bastian, begitu pula dengan Kadavi.
“Lo beneran lagi sendirian kan Yang? Bu Sofi kemana?”
“Ya di kamarnya lah, masa iya di kamar gue?” Sulut laki-laki.
Akhirnya Kadavi mengumpulkan keberanian untuk memulai pembahasan.
“Denger Yan, gua cuman bakal ngomong sekali.”
“He'eh, ada apaan?”
“Yang ngebunuh Jevan itu Pak Yana.”
Hening, tak ada respon dari Bastian.
“Lu denger gak sih anjing?”
Wajah Bastian kembali bergerak pada layar, rupanya sinyal dari sana sempat terputus. Baik Rasya maupun Kadavi, keduanya sama-sama mengumpat.
“Apa Dav tadi? Ulangi! Ehh kok lo masih pake seragam? Belom balik sia?”
“Ya gua belom balik, masih di rumah Rasya.”
“Astaghfirullah, ngapain?”
“IH BANYAK BACOT ANJING JADI MAU DIBAHAS GAK SIH?!” Bentak Rasya yang sudah mulai jengah mendengar basa basi Kadavi dan Bastian.
Yang baru saja dibentak pun kini diam seribu bahasa, terutama Kadavi. Pasalnya laki-laki itu baru pertama kali mendengar Rasya mengeluarkan kata kasar dari mulutnya.
Sementara Rasya hanya menampilkan senyuman khasnya karena merasa malu dengan Kadavi yang tengah berada dihadapannya.
“Diem dulu ya guys! Jadi gini Yang, Pak Yana itu yang udah bunuh Jevan.” Ujar gadis itu santai.
“Ohhh... HAHH?? JOKESNYA GADANTA BAJINGAN?”
“Siapa yang ngejokes?”
“Beneran ini? Serius?” Tanya Bastian memastikan.
“Iya serius!”
Bastian meraih botol air mineralnya kemudian menenggak air dengan terburu-buru, berharap degupan jantungnya kembali normal.
“Atas dasar apa? Lo pada tau darimana?”
“Lu inget gak, waktu di grup pada bahas kalo gua kesurupan terus mau nusuk Pak Yana? Itu Jevan yang masuk.”
“Kita belum tau pastinya karna apa, soalnya Jevan masih belum cerita kronologinya. Tapi Yang, kemungkinan besar Pak Yana kaya gitu karna cemburu.” Timpal Rasya dengan wajah yang tak kalah serius dari Kadavi.
“Kok cemburu? Bu Sofi selingkuh sama Jevan emangnya?”
“Lo lupa sama yang pernah kita bahas di grup? Cowok yang ikut olimpiade dan dibimbing sama Bu Sofi langsung itu cuman Jevan sama lo. Sadar gak kalo Pak Yana juga mulai kaya gitu ke lo? I mean, dia jadi emosional banget kan ke lo belakangan ini?”
“Alig anying ini mah, masuk sih teori sia. Terus terus, Bu Sofi tau gak kalo suaminya yang ngebunuh murid dia?” Tanya Bastian, ada sedikit perasaan khawatir pada Bu Sofi.
Kadavi memajukan tempat duduknya, “Kayanya sih enggak, makanya kita harus kasih tau. Kita mau pancing Pak Yana malem ini.”
“Gimana caranya? Gue ikut, biar gue yang jadi umpan, Pak Yana kan cemburunya sama gue.”
Mendengar ucapan Bastian barusan, nafas Rasya tercekat. Kepalanya kembali memutar ingatan saat laki-laki itu mengatakan bahwa ia melihat Jevan.
Rasya takut, apakah keputusannya untuk mengikut sertakan Bastian dalam rencana kali ini adalah hal yang baik(?)