Agenda Baru di Malam Sabtu
Ratu tengah fokus pada objek dihadapannya. Dengan lembut dan hati-hati, gadis itu mencukur rambut yang mulai tumbuh di sekitar wajah tampan milik Jeffreyan.
“Jangan nyengir-nyengir bisa gak? Nanti bibir lo kena, terus berdarah gimana?!” seru Ratu sembari memukul pundak Jeffrey.
Lantas Jeffreyan menahan senyumnya. Tangan laki-laki itu melingkar pada pinggang Ratu. Membuat jantung Ratu berdegup lebih cepat daripada sebelumnya.
“Selesaiiii!” sorak Ratu semangat, kemudian mengelap pisau tersebut, deang selembar tisu.
“Asik juga kaya gini. Besok-besok gue lupa nyukur jenggot lagi deh.” Jeffreyan menyandarkan kepalanya pada pundak Ratu. Kaki gadis itu masih setia berada di setiap sisi pinggang Jeffreyan, sementara ia duduk diatas sebuah meja—tempat wastafel berada.
Jeffrey semakin memeluk Ratu dengan posesif didalam kamar mandi. Wajahnya menatap lurus cermin yang terletak dibelakang gadis itu. Jeffrey tersenyum, kemudian memejamkan matanya.
“Kenapa ya, gue bisa tetep nyaman ada di deket lo setelah bertahun-tahun?”
“Gak tau- Jeffrey! Jangan ndusel! Lepas!” pekik Ratu kesal.
Jeffrey terkekeh, “Rambut lo wanginya kaya biskuit masa, Ra.”
“Kangen banget bangsat, udah jarang skinship gini. Gara-gara kantor lagi hectic.” Jeffrey kembali memeluk tubuh Ratu. Kali ini tangan Jeffrey mengusap lembut punggung gadis itu. Membuat sang empunya semakin hanyut dalam perasaan nyaman.
“Vibes gue kaya selingkuhan di film-film gini.”
“Patokan lo kenapa film terus sih?” tanya Jeffrey, kemudian melepas pelukannya.
Tangan Jeffrey terulur, menyentuh rahang Ratu sembari menatapnya dengan tatapan penuh makna. “Kalau menurut gue, vibes lo sekarang kaya istri sah.”
“Pipi lo lucu,” ujar Ratu.
“Bolong ya?”
“Iyaa hahaha.”
Jeffrey merapikan anak rambut Ratu, kemudian tangannya beralih pada sebuah kalung yang telah lama bertengger di leher gadis itu. “Tahun ini mau kado apa, Ra?” tanya Jeffrey. Netranya tak beralih sedikitpun dari wajah Ratu.
“Kita dinner aja yuk? Tahun ini lo harus ucapin langsung.”
“Maunya gitu?”
Ratu mengangguk semangat.
“Eum ... kalau itu, liat nanti deh.” Setelah mengakhiri kalimatnya, Jeffreyan kini beralih meraih sebotol cairan pembersih wajah.
“Tunggu sini, temenin gue cuci muka.”